Harusnya ditulis mi instan. Tanpa ditambahi huruf "e".
Hal tersebut dikarenakan kita sudah terbiasa dengan sebuah brand mi yang sangat terkenal dan paten di Indonesia. Juga telah melambung dengan berbagai cita rasa Nusantara dalam setiap jenis kemasannya ke penjuru dunia.
Yang saya maksud tidak lain adalah Indomie. Brand mi besar ini sudah menemani kita sejak lama, sejak kecil.
Sampai-sampai kita terbiasa dengan kata Mie, bahkan jujur, saat menulis ini saya beberapa tanpa diduga mengikutsertakan huruf e yang rancu tersebut.
Akhir-akhir ini, telah kita baca berita soal negara Turkey (dibaca Turki) yang mengganti nama menjadi Turkiye (aduh saya gak tahu penge-ja-an-nya apa).
Lalu bagaimana dengan produsen mie (edited: tuh malah ditulis mie wkwk) yang kadung menamai produknya dengan nama "Indomie". Tak ingin mengganti namanya juga kah dengan kata "mi" yang lebih baku?
Bukan tidak ingin, tapi tidak harus. Meski sebenarnya mie Instan "Supermi" yang lebih tua sudah mendahului zaman dalam penjenamaan. Tapi tetap tak ada keharusan mengganti nama sebuah brand.
Lagi pula, Indomie sudah didirikan sejak tahun 1972, 2 tahun lebih telat dari Supermi. Sedangkan KBBI baru di buat pada tahun 1988.
Mengharuskan Indomie mengganti nama menjadi Indomi gegera perkara ingin meluruskan gramatika brand name sebuah produk yang lebih tua dari kita, sama saja dengan menukar koran yang dibaca pak tua dengan portal berita online yang banyak iklan.
Lagipula, Erdogan merasa Turkey adalah ejaan orang Amerika. Tak sedap di lidah bangsanya yang banyak menye-menye. Maka, negara itu pun berganti jenama menjadi Turkiye.
Sedang kita, lebih suka dengan nama Indomie meski pada akhirnya tetap dibaca Indomi tanpa E.
Kalau kamu lebih suka makan mie instan atau mi instan?